Kamis, 27 September 2018

ARTIKEL: HUKUM TATA NEGARA


Jayapura, 27 september 2018
ARTIKEL: HUKUM TATA NEGARA
A.    Pengertian Hukum Tata Negara
Tata Negara berarti sistem penataan negara yang berisi ketentuan mengenai struktur kenegaraan dan mengenai substansi norma kenegaraan. Dengan kata lain, Hukum Tata Negara merupakan cabang Ilmu Hukum yang membahas mengenai tata struktur kenegaraan, mekanisme hubungan antar struktur kenegaraan, serta mekanisme hubungan antara struktur negara dengan warga negara.
Istilah Hukum Tata Negara berasal dari bahasa Belanda Staatsrechtyang artinya adalah hukum Negara.Staats berarti negara-negara, sedangkanrecht berarti hukum. Hukum negara dalam kepustakaan Indonesia diartikan menjadi Hukum Tata Negara. Mengenai definisi hukum tata negara masih terdapat perbedaan pendapat di antara ahli hukum tata negara. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh masing-masing ahli berpendapat bahwa apa yang mereka anggap penting akan menjadi titik berat perhatiannya dalam merumuskan pengertian dan pandangan hidup yang berbeda. Berikut pengertian Hukum Tata Negara menurut beberapa ahli.
Menurut Cristian Van Vollenhoven Hukum Tata Negara mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatan-tingkatannya, yang masing-masing menentukan wilayah atau lingkungan rakyatnya sendiri-sendiri, dan menentukan badan-badan dalam lingkungan masyarakat hukum yang bersangkutan beserta fungsinya masing-masing, serta menentukan pula susunan dan wewenangnya dari badan-badan tersebut.
Menurut J. H. A. LogemannHukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara. Negara adalah organisasi jabatan-jabatan. Jabatan merupakan pengertian yuridis dan fungsi, sedangkan fungsi merupakan pengertian yang bersifat sosiologis. Karena negara merupakan organisasi yang terdiri dari fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lain maupun dalam keseluruhannya, maka dalam pengertian yuridis, negara merupakan organisasi jabatan.
B.     Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu-Ilmu lainnya
1.      Hubungan Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik
Ibarat tubuh manusia, maka ilmu hukum tata negara diumpamakan oleh Barent sebagai kerangka tulang belulangnya, sedangkan ilmu politik ibarat daging-daging yang melekat di sekitarnya (het vlees er omheen beziet). Oleh sebab itu, untuk mempelajari hukum tata negara, terlebih dahulu kita memerlukan ilmu politik, sebagai pengantar untuk mengetahui apa yang ada di balik daging-daging di sekitar kerangka tubuh manusia yang hendak diteliti. Dalam hal ini negara sebagai objek studi hukum tata negara dan ilmu politik  juga dapat diibaratkan sebagai tubuh manusia  yang terdiri atas daging dan tulang.
Menurut G.Jellinek terlihat dengan jelas bahwa hukum tata negara dengan politik mempunyai hubungan yang erat. Selain itu bagaimanapun juga organisasi negara  itu sendiri merupakan hasil konstruksi sosial tentang perikehidupan bersama dalam satu komunitas hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, ilmu hukum yang mempelajari dan mengatur negara sebagai organisasi tidak mungkin memisahkan diri secara tegas dengan perikehidupan bermasyarakat.
2.      Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara
Ilmu negara atau staatsleer(bahasa Belanda) adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki asas-asas pokok mengenai negara dan hukum tata negara. Oleh karena itu agar dapat mengerti dengan sebaik-baiknya sistem hukum ketatanegaraan suatu negara sudah sepatutnya kita harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan segala hal ihwalnya secara umum tentang negara yang didapat dalam ilmu negara. Dengan demikian jelas bahwa hubungan antara ilmu negara dan hukum tata negara erat sekali. Ilmu negara dapat memberikan dasar-dasar teoritis untuk hukum tata negara.
3.      Hubungan HTN dengan Hukum Administrasi Negara
Menurut Van Vollenhoven hukum tata negara adalah hukum mengenai susunan dan kewenangan organ-organ negara. Dengan kata lain hukum tata negara merupakan pemberian wewenang. Adapun hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah, yaitu memberikan batasan-batasan pada organ-organ negara dalam melakukan wewenangnya yang ditentukan oleh hukum tata negara. Organ-organ negara tanpa ketentuan dalam hukum tata negara adalah seperti sayap burung yang lumpuh. Sebaliknya organ-organ negara tanpa ketentuan dalam hukum administrasi negara adalah seperti burung terbang bebas dengan sayapnya karena dapat mempergunakan kewenangan sekehendak hatinya.
C.    Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia
1.      Undang-Undang Dasar 1945
UUD 1945 sebagai sumber hukum, yang merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur masalah kenegaraan dan merupakan dasar ketentuan-ketentuan lainnya.
2.      Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan istilah menetapkan tersebut maka orang berkesimpulan, bahwa produk hukum yang dibentuk oleh MPR disebut Ketetapan MPR.
3.      Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang
Undang-undang mengandung dua pengertian, yaitu :
a.       Undang-undang dalam arti materiel yaitu peraturan yang berlakuumum dan dibuat oleh penguasa, baik pemerintah pusat maupunpemerintah daerah.
b.      Undang-undang dalam arti formal yaitu keputusan tertulis yangdibentuk dalam arti formal sebagai sumber hukum dapat dilihat padaPasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) UUD 1945.
4.      Peraturan Pemerintah
Untuk melaksanakan undang-undang yang dibentuk oleh Presiden dengan DPR, oleh UUD 1945 kepada presiden diberikan kewenangan untukmenetapkan Peraturan Pemerintah guna melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya. Dalam hal ini berarti tidak mungkin bagi presidenmenetapkan Peraturan Pemerintah sebelum ada undang-undangnya, sebaliknya suatu undang-undang tidak berlaku efektif tanpa adanya Peraturan Pemerintah.
5.      Keputusan Presiden
UUD 1945 menentukan Keputusan Presiden sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan. Bentuk peraturan ini baru dikenal tahun1959 berdasarkan surat presiden no. 2262/HK/1959 yang ditujukan pada DPR, yakni sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Presiden untuk melaksanakan Penetapan Presiden. Kemudian melaluiKetetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, Keputusan Presiden resmi ditetapkan sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undanganmenurut UUD 1945. Keputusan Presiden berisi keputusan yang bersifat khusus (einmalig) adalah untuk melaksanakan UUD 1945, Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutif dan Peraturan Pemerintah.
6.      Peraturan pelaksana lainnya
Yang dimaksud dengan peraturan pelaksana lainnya adalah seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya yang harus dengan tegas berdasarkan dan bersumber pada peraturan perundang-undanganyang lebih tinggi.
7.      Convention (Konvensi Ketatanegaraan).
Konvensi Ketatanegaraan adalah perbuatan kehidupan ketatanegaraan yang dilakukan berulang-ulang sehingga ia diterima dan ditaati dalampraktek ketatanegaraan. Konvensi Ketatanegaraan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang, karena diterima dan dijalankan, bahkan sering kebiasaan (konvensi) ketatanegaraan menggeserperaturan-peraturan hukum yang tertulis.
D.    Hirarki Perundang Undangan di Indonesia
Menurut Pasal 7 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan bahwa;Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:
1.      Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.
3.      Undang-Undang (UU) dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Presiden untuk melaksanakan UUD 1945 serta TAP MPR-RI
4.      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Perpu dibuat oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan sebagai berikut: a). Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut. B). DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan. C). Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
5.      Peraturan Pemerintah dibuat oleh Pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-undang.
6.      Keputusan Presiden(Keppres); Keputusan Presiden yang bersifat mengatur dibuat oleh Presiden untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berupa pengaturan pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan.
7.      Peraturan Daerah;
a.       Peraturan daerah propinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) propinsi bersama dengan gubernur.
b.      Peraturan daerah kabupaten / kota dibuat oleh DPRD kabupaten / kota bersama bupati / walikota.
c.       Peraturan desa atau yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau yang setingkat, sedangkan tata cara pembuatan peraturan desa atau yang setingkat diatur oleh peraturan daerah kabupaten / kota yang bersangkutan.
Tata cara pembuatan UU, PP, Perda serta pengaturan ruang lingkupKeppres diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Namun hingga sekarang ini belum ada UU yang mengatur apa saja yang menjadi lingkup pengaturan dari Keppres dan PP.
E.     Perbandingan Produk Hukum Tata Negara Indonesia Sebelum danSesudah Reformasi.
1.      Produk Hukum Tata Negara Sebelum Reformasi 1998.
Sebelum terjadinya Reformasi 1998 dan perubahan UUD 1945, RI menganut prinsip supremasi MPR sebagai salah satu bentuk varian sistem supremasi parlemen yang dikenal di dunia. Maka paham kedaulatan rakyat diorganisasikan melalui pelembagaan MPR sebagai lembaga penjelmaan rakyat Indonesia yang berdaulat yang disalurkan melalui prosedur perwakilan politik (political representation) melalui DPR, perwakilan daerah (regional representation) melalui utusan daerah, dan perwakilan fungsional (fungcional representation) melalui utusan golongan. Ketiga-tiganya dimaksudkan untuk menjamin agar kepentingan seluruh rakyat yang berdaulat benar-benar tercermin dalam keanggotaan MPR, sehingga menjadi lembaga tertinggi sebagai penjelmaan rakyat. Sebagaimana dalam pasal I ayat (2) UUD 1945 “kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
2.      Produk Hukum Tata Negara Setelah Reformasi 1998
Setelah Reformasi 1998 terjadi perkembangan yang pesat pada kajian Hukum Tata Negara yang pada akhirnya melahirkan berbagai produk hukum yang dimaksudkan menopang jalannya demokrasi Indonesia yang mengantarkan kepada Masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera. Akhirnya  pada amandemen ke-empat UUD 1945 sebagaimana pasal 1 ayat (2) bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan undang undang dasar.” Dengan demikian berdasar pada UUD 1945 pasca amandemen ke-empat tersebut, maka terdapat delapan buah organ Negara yang mempunyai kedudukan sederajat yang langsung menerima kewenangan konstitusi dari UUD, kedelapan organ tersebut adalah;
1.      DPRD (dewan perwakilan rakyat daerah)
2.      DPD (dewan perwakilan darah)
3.      MPR (majelis permusyawaratan rakyat.)
4.      BPK (badan pemeriksa keuangan)
5.      Presiden dan Wakil Presiden
6.      Mahkamah Agung
7.      Mahkama Konstitusi
8.      Komisi Yudisial 
Lembaga atau institusi yang kewenangannya diatur dalam UUD, antara lain;
1.      Pemerintah Pusat
2.       Tentara Nasional Indonesia
3.      Kepolisian Negara Republik Indonesia
4.      Pemerintah Daerah
5.      Partai Politik 
Adapun lembaga yang tidak disebut namanya namun fungsi kewenangannya diatur dalam UU yaitu; BANK indonesai (BI) dan Komisi Pemilihan Umum. Sedangkan lembaga yang berdasarkan perintah menurut UUD dan kewenangannya diatur juga dalam UU seperti; KOMNAS HAM, KPA, KPI, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan lain sebagainya.
Selain itu, dalam menjamin kepentingan kekuasaan dan demokratisasi yang berjalan lebih efektif maka dilakukan penambahan  lembaga-lembaga independent setelah Reformasi 1998, dan akhirnya menjadi seperti berikut;
1.      Tentara Nasional Indonesia (TNI)
2.      Kepolisian Negara (polri)
3.      Bank Indonesia
4.      Kejaksaan Agung
5.      KOMNAS HAM
6.      KPU
7.      Komisi Ombusdman
8.      Komisi Pengawasan dan persaingan Usaha (KPPU)
9.      Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggaraan Negara (KPKPN)
10.  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPU)
11.  Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Asshidddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Hukum Tata Negara Jilid I. Konstitusi Press: Jakarta
Mariam Budiarjo. 2007.  Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia.
Radjab, Dasril. 1994. Hukum .

Rabu, 26 September 2018

ASAS-ASAS DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN



FOTO: Pengurus BEM & DPMFH Universitas Cendrwasih (UNCEN) Jayapura Papua
Asas adalah dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir, berpendapat dan bertindak. Asas-asas pembentuk peraturan perundang-undangan berati dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan dalam menyusun peraturan perundang-undangan. Padanan kata asas adalah prinisip yang berarti kebenaran yang menjadi pokok dasar dalam berpikir, berpendapat dan bertindak.

Dalam menyusun peraturan perundang-undangan banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya. Meskipun berbeda redaksi, pada dasarnya beragam pendapat itu mengarah pada substansi yang sama.

Maka ada beberapa asas peraturan perundang-undangan yang kita kenal, diantaranya:

1. Asas lex superior derogat legi inferior ;

2. Asas lex specialis derogat legi generalis ;

3. Asas lex posterior derogat legi priori ;

4. Asas undang-undang tidak boleh berlaku surut (non-retroaktif) / Asas Legalitas


maka dalam bagian ini penulis ingin menjelaskan tentang azas yang pertama yang dikenal juga dengan azas hirarki


Asas lex superior derogat legi inferior yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang rendah (asas hierarki), Dalam kerangka berfikir mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, pasti tidak terlepas dalam benak kita menganai Teori Stuffen Bow karya Hans Kelsen (selanjutnya disebut sebagai ”Teori Aquo”). Hans Kelsen dalam Teori Aquo mambahas mengenai jenjang norma hukum, dimana ia berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan.Yaitu digunakan apabila terjadi pertentangan, dalam hal ini yang diperhatikan adalah hierarkhi peraturan perundang-undangan, misalnya ketika terjadi pertentangan antara Peraturan Pemerintah (PP) dengan Undang-undang, maka yang digunakan adalah Undang-undang karena undang-undang lebih tinggi derajatnya.Teori Aquo semakin diperjelas dalam hukum positif di Indonesia dalam bentuk undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Sekarang ini hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia menurut ketentuan UU No.12 Tahun 2011 adalah ; ” Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;Peraturan Pemerintah;Peraturan Presiden;Peraturan Daerah Provinsi; danPeraturan Daerah Kabupaten/Kota

Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).
*) Menurut Bagir Manan dalam bukunya yang berjudul Hukum Positif Indonesia (hal. 56), sebagaimana kami kutip dari artikel yang ditulis A.A. Oka Mahendra berjudul Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu:

Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut;Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan-ketentuan lex generalis (undang-undang dengan undang-undang);Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum (rezim) yang sama dengan lex generalis. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sama-sama termasuk lingkungan hukum keperdataan..


Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori yaitu pada peraturan yang sederajat, peraturan yang paling baru melumpuhkan peraturan yang lama. Jadi peraturan yang telah diganti dengan peraturan yang baru, secara otomatis dengan asas ini peraturan yang lama tidak berlaku lagi.  Biasanya dalam peraturan perundangan-undangan ditegaskan secara ekspilist yang mencerminkan asas ini. Contoh yang berkenaan dengan Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori : dalam Pasal 76 UU No. 20/2003 tentang Sisidiknas dalam Ketentuan penutup disebutkan bahwa Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 48/Prp./1960 tentang Pengawasan Pendidikan dan Pengajaran Asing (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2103) dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.



Asas Legalitas

Tiada suatu peristiwa dapat dipidana selain dari kekuatan ketentuan undang-undang pidana yang mendahuluinya.” (Geen feit is strafbaar dan uit kracht van een daaran voorafgegane wetteljke strafbepaling). asas legalitas yang mengandung tiga pengertian, yaitu:

Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu tidak terlebih dahulu dinyatakan dalam suatu aturan undang-undangUntuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (qiyas)Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut

Contoh yang berkenaan dengan Asas Legalitas: Keadilan bagi korban salah tangkap. Mereka kembali bisa menghirup kebebasan. Namun, fenomena itu lagi-lagi memperlihatkan betapa kerdilnya kedudukan warga di hadapan kekuasaan negara. Bagaimanapun, dalam negara demokrasi, keadilan dan kebenaran haruslah terbuka untuk setiap warga. Negara wajib melaksanakan asas legalitas, yaitu memberi ganti rugi dan merehabilitasi nama baik warga yang menjadi korban salah tangkap.

Kasus yang bertentangan dengan asas legalitas: putusan Mahkamah Agung No. 275 K/Pid/1982 tanggal Desember 1983, dalam perkara korupsi Bank Bumi Daya dengan terdakwa direktur Bank Bumi Daya, Raden Sonson Natalegawa. Terdakwa ternyata melakukan penyelewengan kewenangan dengan memberikan prioritas kredit kepada PT. Jawa Building, bergerak dibidang real estate, yang mana dilarang oleh BI berdasarkan surat edaran No. SE 6/22/UPK, tertanggal 30 juli 1983. Terdakwa ternyata menerima fasilitas yang berlebihan dan keuntungan lain dari pemberian kredit tersebut dari A Tjai alias Endang Wijaya.

Dalam kasus ini MA menerapkan ajaran perbuatan melawan hukum secara materiil dalam fungsi positif dalam putusannya No. 275 K/Pid/1982. Dalam putusan ini MA menyatakan bahwa “jika penyalahgunaan wewenang hanya dihubungkan dengan policy perkreditan direksi yang menurut Pengadilan Negeri tidak melanggar peraturan hukum yang ada sanksi pidananya, akan tetapi sesuai pendapat yang sudah berkembang dalam ilmu hukum, seharusnya hal itu diukur berdasarkan asas-asas hukum tak tertulis, maupun asas-asas yang bersifat umum menurut kepatutan dalam masyarakat”. Artinya walaupun tindakan penyelewengan tersebut tidak memenuhi rumusan delik namun bertentangan dengan rasa keadilan dan nilai-nilai ketertiban dalam masyarakat, perbuatan penyelewengan ini dapat dijatuhi pidana.
Walau pada dasarnya sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang positif ini bertentangan dengan asas legalitas yang menyatakan bahwa undang-undang harus merumuskan secara jelas dan rinci mengenai perbuatan yang disebut dengan tindak pidana (kejahatan, crimes), namun demi rasa keadilan dan nilai-nilai ketertiban di masyarakat MA memutuskan bahwa perbuatan penyalahgunaan jabatan dalam kasus ini termasuk dalam tindak pidana korupsi. Hukum bukan hanya undang-undang tertulis yang di sahkan oleh pejabat yang berwenang namun hukum itu juga merupakan perilaku yang berkembang di masyarakat. Karena keadaan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat tidak selalu sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dalam perundang-undangan.

Kasus lain yang bertentangan dengan asas legalitas: tindakan Menteri Hukum dan HAM Amir Samsuddin dan wakilnya Denny Indrayana yang menunda penundaan permohonan bebas bersyarat Paskah Suzetta melanggar hukum. Apa yang dilakukan Amir dan Denny adalah jelas-jelas melanggar hukum, dan tidak sepatutnya dilakukan dalam sebuah negara hukum negara hukum menjunjung tinggi asas legalitas: tidak ada tindakan dari aparatur negara boleh dilakukan bertentangan dengan norma hukum yang berlaku.

Kasus yang baru-baru ini bertentangan dengan asas legalitas : kakus prita mulyasari.  Aparat penegak hukum membidik Prita dengan pasal 27 mengenai pencemaran nama dalam UU ITE yang ancaman maksimum penjara selama 6 tahun. Pasal ini, walaupun oleh MK telah dinyatakan bersifat konstitusional, tetap saja ketentuan ini tidaklah diperlukan karena pengaturan mengenai pencemaran nama sudah diatur dalam banyak pasal di KUHP. Adanya Pengaturan pasal ini bagi penulis bersifat over-kriminalisasi, karena memang substansinya telah diatur secara jelas dalam KUHP.

Sepertinya pembuat Undang-Undang perlu memperhatikan bahwa dalam tataran teoritik, pengaturan di luar KUHP baru dimungkinkan apabila tidak ada delik genus dalam KUHP yang menjadi cantolan delik yang baru karena kejahatan tersebut benar-benar kejahatan baru yang tidak ada padanannya dalam KUHP. Jika ada ketentuan genus-nya dalam KUHP maka cukup dilakukan dengan cara mengamandemen KUHP. Perkembangan asas-asas hukum pidana dalam peraturan perundang-undangan di luar KUHP tersebut telah menyimpang terlalu jauh dari KUHP karena telah mengatur substansi hukum yang secara diam-diam membentuk sistem hukum pidana sendiri yang berbeda dengan dan tidak terkontrol atau tidak terkendali oleh asas-asas umum hukum pidana buku satu KUHP, padahal sesuai dengan prinsip kodifikasi buku satu KUHP memuat ketentuan umum hukum pidana nasional yang semestinya menjadi dasar dan landasan dalam mengembangkan hukum pidana dalam pengaturan perundang-undangan di luar KUHP.Pengulangan pengaturan perbuatan yang dilarang ini bertentangan dengan asas kepastian hukum dan kejelasan rumusan atau asas legalitas.

Terkait dengan penjelasan anda mengenai contoh asas lex Specialis derogat legi generalis, tidak sesuai dengan pengertian yang sesungguhnya. Tidak relevan apabila mengaitkan Pasal dalam UUD dengan Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah ini juga tidak jelas apakah mengenai peraturan daerah ataupun yang lainnya. Asas Lex Specialis derogat legi Generalis dapat diterapkan apabila peraturan perundang-undang tersebut sederajat. Contoh UU dengan UU.sehingga contoh yang relevan yakni:

1. KUHD dengan KUHPerdata;
2. UU Korupsi dengan KUHP.

Minggu, 02 September 2018

KONSEP DEMOKRASI INDONESIA BURAM


----------------------------√√√-------------------------------
Demokrasi yang sebenarnya berada dalam ranah politik dan pemerintahan sangat dipengaruhi bahkan dedikte oleh sektor ekonomi . sehingga sangat jarang negara yang berpenduduk miskin dapat menerapkan sistem demokrasi dengan baik. Dalam hal ini, ketika suara rakyat dapat dibeli dengan Uang, demokrasi hanya merupakan lipstik di bibir (pemanis bibir) untuk sekedar memberikan justifikasi bahwa suatu sistem pemerintahan seolah-olah telah dipilih dan telah dipercaya oleh rakyat. Karena itu, ada benarnya premis yang menyatakan bahwa maju tidaknya faktor ekonomi berbanding lurus dengan langgeng tidaknya bertahan sistem demokrasi.

Karena itu, tidak heran jika istilah "reformasi" politik yang terjadi di indonesia ditahun 1988, perna diplesetkan menjadi istilah "Repot nasi".
Hal seperti itulah yang terjadi Indonesia. Refrormasi politik dipratikkan ketika bangsa Indonesia masih dalam keadaan
"Repot nasi" atau hidup susah, maka terjadilah bermacam tindakan yang mengatasnamakan demokrasi, tetapi sebenarnya uanglah yang bermain. Ada serangan fajar (bagi-bagi uang) pada saat pemilihan Umum/pilkada akan berlangsung. Ada pembagian uang, sumbangan desa, atau pembagian beras ketika kampanye berlangsung.

Ada politik dagang Babi/Ekina berlatarbelakang antara calon-calon yang yang akan dipilih atau sudah terpilih. Ada demontrasi "bayaran" yang mengatasnamakan rakyat. Ada betita atau usulan di media massa yang pesan atau atau dibeli oleh golongan oleh golongan politik tertentu ada undang-undang yang di golkan oleh pemerintah dan parlemen juga dengan permainan uang, dengan sebaiknya.
Keadaan seperti ini yang sangat disenangi oleh politisi-politisi ambisius dan akan terus menjadi, selama perbaikkan sektor ekonomi di Indonesia berjalan sangat lambat, sehingga politik Uang/Money Politik akan terus berlangsung di negeri ini didalam waktu yang lama.

EPILOG:

1. Demokrasi tidak muncul hanya karena pelaksanaan pelaksanaan pembangunan ekonomi atau pendapatan perkapita lebih tonggi.
2. Akan tetapi, pendapatan perkapita rakyat yang tinggi dapat melanggengkan kehidupan demokrasi.
3. Agama (islam, protestan, katolik, hindu, budha, yahudi) bukan penyebab munculnya demokrasi di negara-negara dimana agama tersebut dianut secara mayoritas.
4. Faktor agama (semua agama) justru dapat menggoyakan, bahkan menghambat, kehidupan dan kemajuan demokrasi.
5. Akan tetapi, faktor agama juga dapat menggoyakan sistem pemerintahan yang otoriter atau totaliter.

Disamping itu, suatu sistem pemerintahan yang demokratis sebenarnya merupakan suatu faset dari suatu tata kehidupan masyarakat yang demokrataris itu sendiri haruslah menampakan ciri-cirinya sebagai berikut:

A. Penghormatan terhadap prularisme dalam masyarakat, dengan menghilangkan sikap sektarian dan sikap mau menang sendiri. Di indonesia, prinsip tersimpul dalam Slogan Bhineka Tunggal Ika (berdeda-beda tetapi tetap satu).

B. Semangat musyawarah dalam mencapai suatu putusan tertentu.

C. Cara yang diambil harus selaras dengan tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini, demokrasi tidak hanya berpentingan dengan aspek proseduralnya saja (seperti sebagaimana prosedur pemilihan umum, pengambilan putusan parlemen, dan sebagainya) melainkan Demokrasi berkepentingan juga dengan tujuan atau hasil yang dicapai. Misalnya, sudahkan dengan suatu pemilihan umum tersebut menghasilkan para wakil rakyat atau para pemimpin bobot dan profesional.

D. Norma kejujuran dan mufakat. Dengan prinsip kejujuran dan ketulusan dan musyawarah, kita dapat diharapkan untuk saling menghargai perbedaan-perbedaan yang ada, dan dapat mengambil putusan yang menguntungkan semua pihak (atau yang disebut istilah Win-win Solution).

E. Norma kebebasan, persamaan hak, dan kesamaan perlakuan antara anggota masyarakat.

F. Toleransi terhadap prinsip "coba dan salah" ( trial dan eror) dalam mempratikkan Demokrasi di papua dan pada umumnya Indonesia.

Melihat kepada persayaratan- persyaratan diatas merupakan ciri utama dari suatu tata kehidupan masyarakat yang demokratis.

Koyaoo.
***********
----------BY.AMOKA FH UNCEN------------