.... Aturan perang internasional.....
BAB II HUKUM PERANG (HUMANITER)
A. Pengertian Hukum Perang (Humaniter)
Istilah Hukum Humaniter atau lengkapnya disebut International
Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict, pada awalnya dikenal sebagai
hukum perang (laws of war), yang kemudian berkembang menjadi hukum sengketa
bersenjata (laws of arms conflict), dan pada akhirnya dikenal dengan istilah hukum
humaniter.
Istilah Hukum humaniter sendiri dalam kepustakaan hukum internasional
merupakan istilah yang relatif baru. Istilah ini lahir sekitar tahun 1970-an dengan
diadakannya Conference of Government Expert on the Reaffirmation and
Development in Armed Conflict pada tahun 1971. Sebagai bidang baru dalam hukum
internasional, maka terdapat rumusan atau definisi mengenai hukum humaniter :
Jean Pictet : “International humanitarian law in the wide sense is constitutional legal
provision, whether written and customary, ensuring respect for individual and his
well being.”
Mochtar Kusumaatmadja: “Bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan
perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur
perang iu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu
sendiri.”
Esbjorn Rosenbland : “The law of armed conflict berhubungan dengan permulaan
dan berakhirnya pertikaian; pendudukan wilayah lawan; hubungan pihak yang
bertikai dengan negara netral. Sedangkan Law of Warfare ini antara lain mencakup :
metoda dan sarana berperang, status kombatan, perlindungan yang sakit, tawanan
perang dan orang sipil.
....... 3 -
Bab 7.5: Pelanggaran Hukum Perang
7.5.1. Pendahuluan
1. Mandat Komisi mewajibkan Komisi untuk membuat laporan mengenai pelanggaran
hak-hak asasi manusia, termasuk pelanggaran hukum humaniter internasional. Hukum ini sering
disebut hukum perang, atau hukum konflik bersenjata.1
2. Banyak pelanggaran hukum humaniter internasional yang terjadi selama periode
mandat 1974-1999, juga merupakan pelanggaran standar-standar hak asasi manusia
internasional dan karenanya telah dibahas dalam bab-bab lain dalam Laporan ini. Tujuan utama
bab ini adalah untuk melaporkan pelanggaran hukum perang yang tidak dicakup oleh bab-bab
lainnya. Ini termasuk kelalaian penempur untuk melindungi penduduk sipil, tawanan perang, dan
orang-orang yang terluka serta kelompok orang-orang yang dilindungi lainnya, tidak
membedakan antara sasaran sipil dan militer selama operasi militer, perekrutan paksa,
penghancuran secara sengaja atas harta penduduk sipil, penggunaan senjata ilegal seperti
senjata kimia, dan pelanggaran aturan-aturan lainnya terkait pelaksanaan operasi militer.
3. Bagian ini sangat mengandalkan sumber informasi tangan pertama yang
dikumpulkan Komisi selama proses pengambilan pernyataan dan lokakarya Profil Komunitas di
desa-desa, dan melalui wawancara-wawancara mendalam. Karena pelanggaran hukum perang,
seperti pembunuhan dan penyiksaan penduduk sipil, juga merupakan pelanggaran standar hak
asasi manusia internasional lainnya, terdapat sedikit pengulangan antara bab ini dengan bagian-
bagian lainnya dalam Laporan ini.
4. Bukti yang dipertimbangkan Komisi di dalam bab ini dan bab-bab lainnya
memberikan gambaran tentang pelanggaran hukum perang berskala luas dan sistematis oleh
pasukan keamanan Indonesia selama invasi Timor-Leste dan masa-masa pendudukan
sesudahnya, termasuk program intimidasi, kekerasan dan penghancuran terkait dengan
Konsultasi Rakyat pada tahun 1999.
5. Tanggung jawab atas pelanggaran-pelanggaran tidak bisa disamakan antara militer
Indonesia (ABRI/TNI) dan Fretilin/Falintil, tindakan kedua pasukan bersenjata memunculkan
pelanggaran yang sangat beragam, dan menyebabkan penderitaan luar biasa di antara
penduduk sipil Timor-Leste. ABRI/TNI dan kelompok binaannya jelas menjadi pelaku utama
dalam hal ini. Fretilin/Falintil menyebabkan penderitaan dan kematian di antara penduduk sipil.
Meski dalam banyak hal sangat berat, pelanggaran oleh Fretilin/Falintil hanya menjadi bagian
kecil dari keseluruhan jumlah pelanggaran.
6. Kewajiban humaniter umum yang berlaku dalam situasi konflik bersenjata internal
dilanggar baik oleh anggota Fretilin/Falintil maupun UDT selama periode konflik politik pada
tahun 1975. Pelanggaran-pelanggaran ini, seperti pembunuhan, penahanan dan penyiksaan
penduduk sipil dan tahanan telah dibahas secara komprehensif di bab-bab bersangkutan
mengenai topik ini, dan di Bagian 8: Tanggung Jawab dan Pertanggungjawaban. Karena itu
peristiwa perang sipil tidak dibahas secara mendalam di bab ini, meski di bawah disajikan ulasan
singkat (lihat terutama di Bagian 3: Sejarah Konflik; Bab 7.2: Pembunuhan di Luar Hukum dan
Penghilangan Paksa; Bab 7.3: Pemindahan Paksa dan Kelaparan; Bab 7.4: Penahanan,
Penyiksaan dan Perlakuan Buruk; Bab 7.8: Hak Anak).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar