Senin, 08 Juli 2019

ULMWP MENUJU KEHANCURAN




Oleh: Marinus Yaung


Pembentukan West Papua Army atau Tentara Papua Barat di perbatasan Vanimo, PNG - Skow, Jayapura, Indonesia oleh pimpinan United Liberation Movement for West Papua ( ULMWP ) pada bulan Juni 2019 lalu untuk menegaskan ke publik bahwa ULMWP sekarang memiliki sayap militer adalah langka blunder yang sangat keliru dan berpotensi menghancurkan organisasi ULMWP sendiri dan selanjutkan akan berdampak kepada ditolaknya proposal keanggotaan penuh di MSG dan dikeluarkannya isu konflik Papua dari agenda MSG. Orang Papua sudah menaruh asa dan harapan penuh kepada ULMWP untuk memperjuangkan nasib Papua menuju proses penentuan nasib sendiri. Bahkan negara - negara Melanesia yang telah memberikan kedudukan politik observer bagi ULMWP dalam rumah MSG, akan kehilangan tujuan dan harapannya untuk melihat ULMWP dan Indonesia duduk dalam satu meja bersama utk berdialog konstruktif demi menyelesaikan konflik Papua dgn cara yang adil dan bermartabat. Akan ada banyak pihak yg kecewa dan tidak lagi bersimpati dengan gerakan politik komite eksekutif ULMWP membentuk Tentara Papua Barat ( TPB ).

Pihak pertama yang sudah pasti kecewa adalah tokoh - tokoh politik Vanuatu seperti Barack Sope, Joe Natuman dan Carlot Salwai.  Ada juga tokoh - tokoh Gereja Vanuatu dan tokoh - tokoh adat Vanuatu yang hadir dan menyaksikan penandatanganan Deklarasi Saralana 6 Desember 2014 di Port Villa, Vanuatu. Deklarasi reunifikasi faksi - faksi perlawanan Papua yang sepakat untuk membentuk satu wadah perjuangan yakni ULMWP. Nasehat Barack Sope yang dimasukan sebagai poin - poin penting dalam Deklarasi telah dilanggar oleh pimpinan ULMWP. Poin - poin penting tersebut antara lain, pertama, ULMWP harus mengembangkan pola kemimpinan yang inklusif, bukan eksklusif. Front perjuangan ini harus terbuka utk semua tanpa membedakan suku, agama, asal daerah dan ras. Kedua, kepemimpinan dlm komite eksekutif ULMWP bersifat koordinasi dan fasilatatoris. Komite maupun dewan eksekutif tidak boleh mengurangi atau mereduksi peran dari faksi - faksi perjuangan  yang ikut mendukung dan membentuk ULMWP. Dengan membentuk TPB, komite eksekutif telah mereduksi peran TPN - OPM di lapangan. Ini tindakan sabotase ULMWP terhadap kepemimpinan tertinggi OPM di Puncak Jaya, Jenderal Goliat Tabuni. Tindakan sabotase ini tidak sesuai dgn nasehat Barack Sope yg menjadi nilai penting dalam Deklarasi Saralana.

Ketiga, ULMWP harus berjuang dgn cara - cara diplomasi dan kampanye damai untuk mewujudkan perjuangan Papua merdeka. Cara - cara kekerasan dan konflik senjata biarlah menjadi domain TPN - OPM di Papua. Poin ini juga dilanggar oleh komite eksekutif ULMWP dgn membentuk TPB. Akibat tindakan politik yg blunder ini, Vanuatu sudah pasti sedikit kecewa dan merasa tdk lagi diminta pandangannya terkait  tindakan politik ULMWP. Kalau akhirnya dukungan Vanuatu menjadi pudar terhadap ULMWP akibat mengembangkan kepemimpinan yang inklusif, yang tdk mau lagi meminta nasehat dari Barack Sope dan tokoh - tokoh Gereja serta Tokoh Adat Vanuatu, maka isu Konflik Papua tinggal menunggu waktu hilang dari agenda MSG.

Pihak kedua yang sudah pasti kecewa dgn tindakan komite eksekutif ULMWP membentuk TPB adalah negara - negara MSG. Prasyarat utama forum MSG mendukung perjuangan ULMWP karena ada kesatuan perjuangan diantara faksi - faksi politik di Papua dan di luar negeri. Tetapi ketika TPB terbentuk, ini akan dibaca oleh forum MSG bahwa sudah terjadi keratakan dan perpecahan faksi - faksi perjuangan Papua. Pasti MSG akan bertanya kenapa tidak memperkuat TPN - OPM dan harus membentuk kekuatan militer baru ?. Komite eksekutif ULMWP harus bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah ini ke hadapan forum MSG. Bersatu di payung ULMWP saja sudah sulit menjadi anggota penuh MSG, apalagi kalau sudah muncul ketidakharmonis yang akan berujung konflik sesama faksi perjuangan, sudah pasti semakin berat isu konflik Papua bertahan dlm agenda MSG.

Pihak ketiga yang sudah pasti kecewa adalah KNPB dan TPN - OPM. Sejak pergantian anggota komite eksekutif ULMWP tahun 2017, saya lihat komite eksekutif secara diam - diam menyingkarkan dan mengisolasikan KNPB dan TPN dari kerja - kerja komite eksekutif. Sejak itulah saya sudah kehilangan simpati dengan anggota - anggota komite eksekutif yg menjalankan pola kepemimpinan eksklusif di lingkungan ULMWP. Yang berjuang di depan moncong senjata aparat keamanan Indonesia itu KNPB dan darah serta nyawa mereka menjadi taruhan. Darah dan nyawa anggota KNPB itulah yang membentuk Parlemen Nasional West Papua ( PNWP ), bukan Free West Papua Campaign di London, Inggris. Ingat itu baik saudara Benny Wenda !. Dengan kendarahan politik PNWP Benny Wenda bisa masuk dalam struktur komite eksekutif ULMWP. Dengan kata lain, ULMWP berutang darah dan nyawa dari puluhan aktivis KNPB yang sudah di bunuh dan ratusan nyawa anggota TPN. TIDAK PERLU DAN TIDAK TERLALU STRATEGIS MEMBENTUK TENTARA PAPUA BARAT, CUKUP MEMULI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar