Sinode Baptis Papua: Pembangunan Bukan Solusi Bagi Rakyat Papua Barat
Oleh Gembala Dr. Socratez S.Yoman
1. Pendahuluan
Ketika saya membaca komentar Kepala Badan Penghubung Papua-Selandia Baru, Alexander Kapisa, saya sebagai Gembala mempunyai kewajiban & tanggungjawab untuk menggembalakan domba atau umat Tuhan ke jalan TUHAN dan kebenaran. Supaya tidak tersesat & jangan terjadi penyesatan umat Tuhan yang lebih banyak ke jalan Neraka.
Penulis mengutip apa yang dikatakan pak Kapisa.
” Yang kami paparkan saat itu terkait capaian-capaian pembangunan Papua sampai saat ini. Begitu juga mengenai indikator-indikator pembangunan seperti IPM, PDRB, tingkat kemiskinan dan lain sebagainya.”
Lebih lanjut ia katakan:
“Kami merasa saat ini mempunyai partner (rekan) yang tepat dalam membangun informasi mengenai Papua apalagi datang langsung dari Papua. Kegiatan Papua update ini sangat tepat untuk menyebarluaskan informasi tentang Papua, baik di dalam negeri maupun di luar negeri” (Jubi, 27/07/2018).
2. Kasus 8 Desember 2014
Apakah Kepala Penghubung Papua telah menyebarluaskan informasi tentang belum terpenuninya janji Presiden RI, Ir. Joko Widodo untuk kasus penembakan 4 siswa di Paniai pada 8/12/ 2014?
Capaian-capaian apa saja yang disebarluaskan?
Apakah Kepala Penghubung Papua turut sebarluaskan laporan Amnesty Internasional Indonesia: “aparat keamanan Indonesia membunuh hampir 100 orang Papua tanpa akuntabilitas?”
Penulis mengutip apa yang disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, sebagai berikut:
“Di wilayah ini, pasukan keamanan membunuh wanita, pria, dan anak-anak bertahun-tahun, tanpa kemungkinan untuk diminta pertanggungjawaban dalam suatu mekanisme hukum yang independen.”
Lebih jauh ia katakan:
“Sangat mengkhawatirkan melihat fakta bahwa polisi dan militer Indonesia menerapkan taktik kejam & mematikan yang mereka gunakan terhadap kelompok bersenjata pada aktivis politik damai. Semua pembunuhan di luar hukum melanggar
[27/7 20:50] Dr Socratez Yoman: hak asasi hidup, yang dilindungi oleh hukum Internasional dan konstitusi Indonesia.”
Lebih lanjut Hamid menegaskan:
“Ada hubungan langsung antara impunitas dan pelanggaran hak asasi manusia yang berkelanjutan. Kegagalan menginvestigasi dan mengadili pelaku akan membuat mereka (TNI/Polri) percaya bahwa mereka di atas hukum.”
Sangat benar, amin dan ya, apa yang dikatakan Amiruddin al Rahab dalam bukunya: Heboh Papua: Perang Rahasia, Trauma dan Separatisme (2010).
“Papua berintegrasi dengan Indonesia dengan tulang punggungnya pemerintah militer (hal. 42). Kehadiran dan sepak terjang ABRI yang kerap melakukan kekerasan di Papua kemudian melahirkan satu sikap yang khas Papua, yaitu Indonesia diasosiasikan dengan kekerasan. Untuk keluar dari kekerasan, orang-orang Papua mulai membangun identitas Papua sebagai reaksi untuk menentang kekerasan yang dilakukan oleh para anggota ABRI yang menjadi representasi Indonesia bertahun-tahun di Papua….Orang-orang Papua secara perlahan, baik elit maupun jelata juga mulai mengenal Indonesia dalam arti yang sesungguhnya. Singkatnya dalam pandangan orang Papua, ABRI adalah Indonesia, Indonesia adalah ABRI” (hal. 43).
Frof. Dr. Franz Magnis-Suseno membenarkan kekejaman dan kejahatan pemerintah Indonesia terhadap rakyat dan bangsa West Papua.
“Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak berdab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia” (hal. 255) ….kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab sebagai bangsa yang BIADAB, bangsa PEMBUNUH orang-orang Papua, meski tidak dipakai senjata tajam” (hal. 257, Sumber: Kebangsaan, Demokrasi? Pluralisme, 2015).
3. Akar masalah West Papua
Tidak rahasia umum tentang akar persoalan bangsa West Papua.
3.1. Status politik bangsa West Papua dalam Indonesia belum final.
3.2. Pelanggaran berat HAM menuju PEMUSNAHAN ETNIS bangsa West Papua yang merupakan kejahatan Negara & noda hitam bagi Indonesia.
ITP, 27 Juli 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar